Soneta yang Hampa

Aku ini, orang aneh...tak pantas dipandang.
Aku ini orang bodoh...tak pantas didengar.
Namun aku, sebuah soneta. Tertulis sudah.
Mengiring kekosongan, jiwa yang hampa.

Apalah yang terindah, milik manusia.
Apalah yang terhangat, dari pelukan asa
Apalah yang manis, namun pahit, seindah biasa?
Cinta yang berbalas...yang tidak berbalas jua.

Namun tiada artinya, bila tak saling setia
Tiada pula gunanya, bila saling menyiksa
Tiada pula maknanya, bila tahu akhirnya
Bila akhirnya...sudah pasti kan berpisah juga

Bukan, bukan pisah karena maut, kematian.
Bukan juga pisah karena amarah, atau cerca makian.
Tetapi, karena sudah awal kau rencanakan.
Untuk pergi, pergi dari dasar laut kenangan.

Terkadang, aku berpikir. Rasanya seperti apa?
Entah manis, entah pahit, sama sajalah.
Cinta selembut sutera, nan semanis gula.
Tak mampu membungkus, membalut luka menjiwa.

Terkadang, kurasa amat kosong, hampa menyepi
Cintaku dianggap sepi. Hanya untaian mimpi
Mimpi yang tak terucap, terungkap...namun membara api
Sayang, dapatkah kau mengerti...jeritan pilu ini?

Aku mentari. Engkau bulan.
Tidak pernah bertemu, barang semalam.
Yah, apa dikata. Malang kuemban
Aku gadis bodoh, hanya mengharap diam.

Apa mampu diriku, pintamu tuk tetap tinggal?
Tak mungkinlah, kasihmu sudah kandas…tak berbekas
Aku butiran debu, mudahnya terhempas
Tak pantaslah untukmu, sayang…kau telah terbebas
Dari segala ikatan, pelukan kasih sudahlah lepas

Kata orang, rasa sayang cukuplah.
Kata orang, jarak tak masalah.
Kata orang…kalau cinta, semua mungkin terjadilah.
Namun mengapa, semua jadi terasa salah?
Semua hanya tipuan…namun apa daya, semua habis sudah.

Sayang, aku tak mengerti. Betapa suram.
Hatiku ini pun, tak kunjung paham.
Kurang apalah diriku, kurang apa di dalam?
Apakah aku memang seonggok sampah…begitu muram?
Yang pantas disisih, dilempar ke pengasingan?

Sayang, renungkanlah, mungkin sesekali.
Puisi ini, arti untaian sajak ini.
Makna soneta ini, yang kutulis seisi hati.
Mungkin sulitlah, untukmu memahami.
Mungkin hatimu kan sakit, karena tutur kataku ini.
Namun tak pantaslah, aku meminta dihargai.
Aku memang pencemburu. Ingin sepenuhnya, memiliki.
Aku hanya ingin dirimu. Bukan yang lain. Tiada lagi.
Maafkan aku, sayangku… untuk impiku, yang egois ini.



Comments

Popular Posts