Le Répertoire, et Son Pianiste.
Aku kerap melihat Sebastien bermain piano di gereja kami, tiap satu sampai dua kali sebulan. Cuma dirinya yang bisa mengiringi misa gereja, aku tidak. Karena aku tidak menguasai permainan pop maupun jazz.
Tiap minggu, aku sering berlatih dengannya. Kadang dengan Madame Trisha atau Madame Elaine, namun tidak sesering porsi latihanku dengan Sebastien.
"Dengar, Renée. Ketika kamu mau berpindah dari kunci C ke G, turunkan setengah saja, jangan langsung berpindah. Itu membuat jarimu lebih santai bermain, juga lebih enak didengar."
"Maksudnya?"
"Seperti ini. Perhatikan."
Jarinya menekan beberapa tuts piano yang membentuk chord C, lalu berpindah sedikit dan membentuk melodi G yang tidak terlalu berbeda dengan aslinya. Terdengar lebih lembut.
"Setelah itu, kamu tinggal mainkan tuts piano agar ia membentuk melodi tambahan yang membuatmu terdengar tidak membosankan. Misalnya seperti ini."
Ia memainkan iringan lagu Above All. Permainan classic-jazz terindah yang pernah kudengar.
Karenanya, aku tertarik untuk menjadi pianis gereja. Karenanya, semangatku jadi pelayan Tuhan tetap menyala-nyala.
Walaupun kerap kali aku merasakan adanya jarak yang memisahkan kami berdua -- terutama ketika ia di atas panggung, aku di kursi jemaat. Ia pianis handal, aku hanya élèves yang sedang berguru padanya.
Aku menatapnya sejenak, dan tersenyum.
Ia pun tersenyum manis padaku, lalu kembali memainkan melodi yang membuatku terkagum.
Aku bangga memiliki dirinya.
Tiap minggu, aku sering berlatih dengannya. Kadang dengan Madame Trisha atau Madame Elaine, namun tidak sesering porsi latihanku dengan Sebastien.
"Dengar, Renée. Ketika kamu mau berpindah dari kunci C ke G, turunkan setengah saja, jangan langsung berpindah. Itu membuat jarimu lebih santai bermain, juga lebih enak didengar."
"Maksudnya?"
"Seperti ini. Perhatikan."
Jarinya menekan beberapa tuts piano yang membentuk chord C, lalu berpindah sedikit dan membentuk melodi G yang tidak terlalu berbeda dengan aslinya. Terdengar lebih lembut.
"Setelah itu, kamu tinggal mainkan tuts piano agar ia membentuk melodi tambahan yang membuatmu terdengar tidak membosankan. Misalnya seperti ini."
Ia memainkan iringan lagu Above All. Permainan classic-jazz terindah yang pernah kudengar.
Karenanya, aku tertarik untuk menjadi pianis gereja. Karenanya, semangatku jadi pelayan Tuhan tetap menyala-nyala.
Walaupun kerap kali aku merasakan adanya jarak yang memisahkan kami berdua -- terutama ketika ia di atas panggung, aku di kursi jemaat. Ia pianis handal, aku hanya élèves yang sedang berguru padanya.
Aku menatapnya sejenak, dan tersenyum.
Ia pun tersenyum manis padaku, lalu kembali memainkan melodi yang membuatku terkagum.
Aku bangga memiliki dirinya.
Comments
Post a Comment