Confessions.

Katanya, yang paling indah, adalah mencintai seseorang, dan dicintai orang yang sama.

Namun tetaplah ada sisi lain cinta yang aku temukan, di buku By The River Piedra I Sat Down and Wept karya Paulo Coelho, penulis berkebangsaan Brazil, halaman 74.

...

"Jatuh cinta itu sarat risiko."

"Aku tahu," sahutku. "Aku pernah jatuh cinta sebelumnya. Rasanya seperti narkotik. Mula-mula mendatangkan euforia penyerahan diri, lalu hari berikutnya kau menginginkan lebih banyak. Kau belum kecanduan, tapi kau menyukai sensasinya, dan kau mengira masih bisa mengendalikan semuanya. Kau memikirkan orang yang kaucintai selama dua menit, dan melupakan mereka selama tiga jam."

"Tapi kemudian kau terbiasa dengan orang itu, dan mulai bergantung sepenuhnya pada mereka. Sekarang kau memikirkannya segala tiga jam dan melupakannya selama dua menit. Kalau ia tak ada, kau merasa seperti pencandu yang selalu membutuhkan morfin. Dan seperti halnya pencandu yang akan mencuri dan mempermalukan diri sendiri demi memenuhi kebutuhan mereka, kau pun bersedia melakukan apa saja demi cinta."

- Pilar

Aku merenung sebentar. Gambaran Pilar mengenai cinta cukup mengerikan, ia menganalogikan jatuh cinta dengan kecanduan narkotik. Mungkin memang benar -- seperti yang sering kita alami, awalnya kita tidak terlalu mencintai orang itu, namun kemudian kita berubah, menjadi sangat tergila-gila akan dirinya.

Mungkin itu, yang kualami saat ini, mungkin tidak. Mungkin aku masih terlalu muda untuk memahami cinta, mungkin juga tidak. Umurku belum genap delapan belas, tetapi mungkin hatiku sudah lebih dewasa, atau mungkin malah masih bersikap serupanya kanak-kanak.

Aku tidak peduli betapa aku tergila-gila oleh cinta kasihmu, aku juga tidak peduli apa kata orang tentangmu. Yang terpenting adalah, aku mencintaimu, dan begitu juga dengan engkau. Aku tidak peduli akan jarak, ataupun waktu -- mereka tak mampu menjarah rasa sayangku, mungkin. Mungkin tidak akan, mungkin akan terjadi.

Hanya Tuhan yang tahu.

Comments

Popular Posts