Roman Picisan

Mungkin, aku hanya seorang gadis yang belum pulalah dewasa, belum genap delapan belas tahun. Masih dua bulan lagi.

Mungkin, aku hanya seorang murid SMA yang hanya mampu menulis cerpen bernuansa roman picisan, mungkin juga aku hanya seorang starving artist yang kerjanya hanya menulis puisi di sela-sela pelajaran yang begitu mengundang rasa kantuk.

Mungkin juga aku hanya bocah kecil yang sedang jatuh cinta, dimabuk asmara, dibutakan oleh seorang pria, pria yang baru saja masuk ke dalam seluk beluk kisah hidupku.

Pria muda yang kutemui di gereja, pria muda yang merupakan tetanggaku.

Lelaki yang mungkin juga, belum sepenuhnya dewasa, masih hijau...masih belum merasakan asam garam dunia, walaupun kerap kali ia mengatakan bahwa hidup ini berat...walaupun urat-urat dan otot lengannya menunjukkan dengan jelas berbagai macam usaha yang ia lakukan untuk membantu bisnis sampingan orangtuanya. Tak perlu kusebutlah apa yang ia kerjakan, yang jelas, ia mengatakan bahwa itu hal yang berat.

Lelaki yang mungkin juga, tidak mencintaiku sepenuhnya, walaupun ia mengatakan sebaliknya.

Lelaki yang mungkin juga, hanya mencari pelarian di sela-sela sakit hatinya yang ia pendam bertahun-tahun.

Lelaki yang mungkin juga hanya membutuhkan kasih sayang dari seorang gadis yang tulus mencintainya, yang takkan tega mengujinya dengan berbagai macam tindakan aneh, yang tidak akan tega mencercanya dengan berbagai makian karena kerap kali mengingkari janji.

Lelaki yang, mungkin...hanya imajinasiku. Hanya hidup dalam karangan novel picisanku.

Lelaki yang mungkin, memang cinta sejatiku.

Aku tak tahu. Sekali lagi, hanya Tuhan yang tahu, hanya Yesus Kristus yang mengetahui seluruh isi hati dan pikiranku. Karena terkadang manusia tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka butuhkan, inginkan, rasakan, dan kerap kali tidak mampu membedakan antara cinta sejati dan nafsu duniawi belaka.

Oh Tuhan, jawablah pertanyaan-pertanyaanku.

Comments

Popular Posts