Menghitung Hari
Tujuh hari, demikian jadi enam hari.
Oh, tak pernah kumampu berhenti...
Menghitung lagi, sekali lagi, dengan jemari
Tanggal itu, ya, kelak kunanti.
Lima hari. Masih jugalah lama.
Tapi hati ini merindu, kerap melirik jendela.
Kosong, tidak ada seorang. Belumlah ada.
Mengharap diam diriku... menunggu tiba.
Empat hari... tiga hari pun, terlewatkan
Bukan kereta, hanya langkah kakinya berjalan
Pangeranku, memang bukan priyayi, atau bangsawan
Tiada perlulah aku hartawan, selama hatinya budiman.
Pangeranku sederhana. Sekampung halaman, pria Tionghoa.
Mungkin, tak ramahlah rautnya. Bukan Indo, bukan Eropa.
Namun, tutur kata, gerak sikapnya, ya, seluruhnya...semuanya
Masih seharum mawar, lembut hatinya, penuh kasih cinta.
Dua hari, sampailah sehari. Akhirnya.
Tersenyum ia, matanya segaris menyapa.
Sudah cukuplah untukku, aku telah bahagia.
Sudah cukuplah seperti ini, menjadi gadis temannya.
Tak apa, bila hanya diriku sendiri...yang jatuh cinta.
Oh, tak pernah kumampu berhenti...
Menghitung lagi, sekali lagi, dengan jemari
Tanggal itu, ya, kelak kunanti.
Lima hari. Masih jugalah lama.
Tapi hati ini merindu, kerap melirik jendela.
Kosong, tidak ada seorang. Belumlah ada.
Mengharap diam diriku... menunggu tiba.
Empat hari... tiga hari pun, terlewatkan
Bukan kereta, hanya langkah kakinya berjalan
Pangeranku, memang bukan priyayi, atau bangsawan
Tiada perlulah aku hartawan, selama hatinya budiman.
Pangeranku sederhana. Sekampung halaman, pria Tionghoa.
Mungkin, tak ramahlah rautnya. Bukan Indo, bukan Eropa.
Namun, tutur kata, gerak sikapnya, ya, seluruhnya...semuanya
Masih seharum mawar, lembut hatinya, penuh kasih cinta.
Dua hari, sampailah sehari. Akhirnya.
Tersenyum ia, matanya segaris menyapa.
Sudah cukuplah untukku, aku telah bahagia.
Sudah cukuplah seperti ini, menjadi gadis temannya.
Tak apa, bila hanya diriku sendiri...yang jatuh cinta.
Comments
Post a Comment