Skip to main content
The Final Statement
...
Temanku yang baik,
Aku ingin berterimakasih atas seluruh tindakanmu yang begitu berkepribadian, yang sudah memberiku sedikit waktu untukku mengenalmu, yang selalu penuh hormat dan sopan santun.
Aku turut berbahagia kau akhirnya berhasil memenangkan cintamu, setelah menempuh begitu banyak jalan berliku-liku. Terima kasih untuk semua waktu yang kau berikan untuk bercerita barang sebentar atau bertatap muka secara langsung. Terima kasih untuk semua topik pembicaraan yang membuat wawasanku makin luas, yang mungkin sudah kau lupakan. Pertemuan pertama, kedua, dan ketiga, serta keempat, janji-janji bertatap muka yang sebagian terpenuhi, yang sebagian lagi tidak. Tidak ada artinya semua rasa kecewa itu dibandingkan semua memori berharga yang bisa kusimpan di suatu bagian dalam otakku. Aku bersyukur, begitu bersyukur bisa diizinkan mendapatkan itu semua. Karenamu aku mampu melupakan kenangan pahit; karena mereka kauganti dengan kenangan manis tanpa kau ketahui... namun sayang, harus kulepas lagi itu semua, karena sekali lagi tidak baik bagiku dan bagimu bila masih ada sisa perasaan khusus yang hanya sepihak...
Kata orang, egois bila aku simpan sendiri. Jadilah aku memberanikan diri untuk mengutarakannya padamu. Sesuai dugaanku, kau sudah sadar akan hal itu. Yah, kau memang cerdas seperti ujarmu. Mungkin, tulisan ini tidak akan kubuat bila kau sejak awal sudah mengakui sejujur-jujurnya: kau sudah memiliki seorang putri, dan itu sebuah harga mati yang hanya bisa kuterima dengan segenap kerelaan dan kedewasaan yang bahkan belum sepenuhnya matang.
Pastilah kau heran mengapa waktu yang begitu singkat mampu membuatku tenggelam ke dalam jurang perasaan itu. Aku juga. Mungkin karena kau begitu cerdas, kau begitu penuh akan pengetahuan, pengertian, pemahaman mengenai hidup. Ada sesuatu; entah kharisma, atau keramahan, yang membuatku nyaman berlama-lama mengobrol denganmu. Kulihat pandang matamu yang sepenuhnya menghargai lawan bicaranya itu. Mungkin ini cuma perasaanku semata. Kau memang dipenuhi kasih sayang. Penuh kesetiaan, kegigihan, keteguhan hati. Setidaknya itu pendapatku, kawan, maafkan diri ini bila ada kata-kata yang menyinggung hatimu, yang sepertinya seringkali mudah merasa malu hati.
Ah, waktu yang begitu dini untuk mengerti. Kau memang orang baik. Cara berpikirmu begitu luas. Sesuai dugaanku: kau tahu apa jawaban yang paling tepat untuk sebuah pernyataan jujur itu. Dan sedari detik itu jugalah aku mampu merelakan semuanya.
Aku tidak merasa hancur karenanya, tidak terlukai karenanya: sebab aku telah memperjuangkan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, walau hanya berbekal pengetahuan yang amat terbatas mengenai semua ini... dan semua, ya, selalu indah pada waktunya. Itu pasti.
Dan sesuatu yang memang begitu berharga untukmu, pastilah tidak akan kaudapatkan dengan mudah.
Comments
Post a Comment